20 Okt 2010

Mahasiswa, Kuliah dan Kerja untuk Masyarakat

Oleh: Aduwina


Kegiatan Kuliah Kerja Nyata (Kukerta) merupakan salah satu bentuk kegiatan yang memberikan pengalaman belajar kepada mahasiswa untuk hidup ditengah-tengah masyarakat diluar kampus, sekaligus sebagai proses pembelajaran serta mengabdi kepada masyarakat yang sedang membangun dan secara langsung mengidentifikasi serta menangani masalah-masalah pembangunan yang sedang dihadapi oleh masyarakat. Kukerta dilaksanakan oleh perguruan tinggi dalam upaya meningkatkan misi dan bobot pendidikan pada mahasiswa untuk mendapat nilai tambah yang lebih besar pada perguruan tinggi.  

Pelaksanaan Kuliah Kerja Nyata merupakan manifestasi dari Tri Darma Perguruan Tinggi yang ketiga yaitu pengabdian kepada masyarakat, dimaksudkan untuk membantu masyarakat khususnya masyarakat daerah tertinggal dalam memecahkan permasalahan-permasalahan yang dihadapi masyarakat disamping itu juga untuk membantu pemerintah dalam melaksanakan kegiatan pembangunan di segala bidang untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur baik materil maupun spiritual berdasarkan pancasila dan UUD 1945. 

Kuliah Kerja Nyata juga sebagai salah satu wahana bagi mahasiswa untuk mengaplikasikan teori-teori yang dimilikinya kedalam sebuah wujud nyata pengabdian kepada masyarakat serta dapat mengaktualisasikan disiplin ilmu yang masih dalam tataran teoritis terhadap realisasi praktis dengan bentuk pengabdian dan pendampingan langsung kepada masyarakat disamping penelitian yang dilakukan sebagai usaha pengembangan ilmu yang didapat sebelumnya.

Bagi mahasiswa kegiatan Kuliah Kerja Nyata merupakan pengalaman belajar baru yang tidak diperoleh didalam kampus, dengan selesainya kegiatan itu mahasiswa memiliki pengetahuan, kemampuan dan kesadaran baru tentang kemasyarakatan, berbangsan dan bernegara. Dengan demikian peserta Kuliah Kerja Nyata dapat mengevaluasi dan mengukur akan kelebihan dan kekurangan masing-masing, paling tidak dari pengalaman tersebut akan menjadi tolak ukur dan pembelajaran dalam mempersiapkan generasi yang mampu berperan aktif dan membangun kehidupan bermasyarakat yang dinamis, kreatif dan berpola pikir lebih maju. 

Sejarah mulanya program Kuliah Kerja Nyata diawali di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dan dilaksanakan sejak tahun 1971 hingga sekarang, berbagai fase atau periode perubahan telah dilalui untuk menyempurnakan format yang baik pelaksanaan program Kuliah Kerja Nyata yang sudah banyak diadopsi oleh berbagai kampus di Indonesia, tak terkecuali di Aceh. Dasar hukum pelaksanaan program Kuliah Kerja Nyata ini diatur dalam UU nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jo PP Nomor 60 tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi, dan UU Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas pada pasal 20 ayat 2 dinyatakan : “Perguruan Tinggi berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat”. Dan pada pasal 24 ayat 2 disebutkan : “Perguruan tinggi memiliki otonomi untuk mengelola sendiri lembaganya sebagai pusat penyelenggaraan pendidikan tinggi, penelitian ilmiah dan pengabdian masyarakat.”  

Namun pada kenyataannya saat ini seiring dengan berkembangannya dunia pendidikan ditandai dengan banyaknya berdiri berbagai bentuk perguruan tinggi, tidak semuanya perguruan tinggi melaksanakan tugasnya yang terakhir yaitu pengabdian masyarakat.

Beranjak dari pedoman tersebut, maka seluruh perguruan tinggi yang ada di Indonesia wajib menyelenggarakan  program pengabdian masyarakat, termasuk Aceh meskipun sudah memiliki kewenangan tersendiri dalam mengelola pendidikan yang diatur dalam UU Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh (UUPA), yang selanjutnya akan diatur dalam Qanun Pendidikan Aceh.

Menilik pendidikan di aceh, semakin hari sudah menunjukkan kemajuan pesat, salah satu indikatornya adalah dengan bermunculannya berbagai perguruan tinggi diberbagai daerah di aceh tidak seperti pada decade yang dulu pembangunan pendidikan terpusat di ibu kota provinsi yaitu dibanda aceh. Pendidikan perguruan tinggi sudah bisa diakses oleh berbagai lapisan masyarakat didaerah-daerah pedalaman aceh yang dulunya sangat sulit untuk mendapatkan kesempatan itu yang harus menghabiskan banyak waktu dan mengeluarkan banyak biaya menuju pusat kota yang jarak tempuhnya ratusan kilometer.   

Seiring dengan kemajuan tersebut, berbagai pihak harus jeli melihat situasi perguruan tinggi, jangan mendirikan perguruan tinggi berorientasi pada bisnis semata, perbaikan mutu pendidikan sangat penting, penyediaan sarana dan prasarana yang memadai sehingga mahasiswa didaerah-daerah mampu bersaing dengan mahasiswa dari perguruan-perguruan tinggi di perkotaan. Pemerintah juga bertanggungjawab dalam pembinaan generasi bangsa untuk mendapatkan pendidikan yang layak, memberikan arahan kepada pimpinan perguruan tinggi untuk memaksimalkan pelayanan kepada mahasiswa jangan sampai mahasiswa dikorbankan untuk kepentingan segelintir orang-orang elite (mafia pendidikan) contoh kasus sudah sering kita lihat dalam beberapa tahun belakangan ini.

Mengingat aceh sebuah daerah yang memiliki sejarah dan pengalaman pahit berpuluh-puluh tahun melewati masa genting, konflik yang berkepanjangan antara pihak Gerakan Aceh Merdeka dengan Pemerintah Republik Indonesia yang telah mengorbankan jutaan jiwa rakyat aceh dan bencana alam Gempa bumi besar disusul gelombang Tsunami yang telah merenggut ratusan ribu jiwa rakyat aceh serta meluluhlantakkan hampir seluruh wilayah aceh dan juga telah menghancurkan tatanan kehidupan sosial, kultur masyarakat, adat istiadat, budaya, pendidikan dan pergeseran nilai-nilai agama.  

Perlahan-lahan Aceh bangkit melewati dua masa yang sulit itu dengan bantuan dunia internasional yang mengirimkan berbagai bantuan keaceh melalui lembaga-lembaga (NGO) asing maupun local. Hampir semua bidang dibenahi dan masyarakat aceh dengan sabar melaluinya dengan baik, Alhamdulillah setelah enam tahun berlalu rakyat Aceh sudah bisa bangkit dan berjalan sendiri tanpa harus dipandu oleh orang lain.  

Dari proses Rehabilitasi dan Rekonstruksi yang dilaksanakan oleh berbagai pihak, kita tidak memungkiri bahwa sangat banyak pertolongan dan bantuan yang diberikan oleh para donator kepada kita dan untuk itu kita mengucapkan beribu terimakasih, namun akibat dari keterbukaan aceh pada saat itu yang bebas masuk orang-orang dari berbagai macam negara dan agama, telah meninggalkan berbagai  pengaruh negative ditengah-tengah masyarakat.  

Dari hasil observasi dan kegiatan Kuliah Kerja Nyata yang dilakukan oleh mahasiswa Universitas Teuku Umar di beberapa gampong dalam lingkup Aceh Barat yang daerahnya sangat parah dihantam Tsunami bekas binaan NGO asing didapati berbagai masalah social, misalnya masyarakat memiliki kecenderungan akan ketergantungan kepada orang lain melalui bantuan-bantuan padahal dulu masyarakat aceh dikenal dengan istilah “Jaroe di dateuh” artinya “tangan diatas” bukan sebaliknya kini banyak “jaroe di miyub” = tangan dibawah.  

Kedua berkurangnya kesadaran masyarakat dalam kegiatan social seperti gotong royong, dihampir semua gampong yang kami temui terlihat situasi yang sama, masyarakat sangat sedikit yang datang pada kegiatan gotong royong, berbagai macam alasan dikemukan mulai dari kesibukan aktivitas kegiatan masing-masing, ada juga yang mengatakan itu disebabkan oleh pengaruh cash work yang dilakukan pada masa rehab rekon dulu dimana setiap kegiatan bersama yang dilakukan oleh masyarakat selalu dibayar jasanya oleh para NGO meskipun kegiatan itu diperkarangan rumah sendiri dan berbagai alasan lainnya, padahal dalam sejarah tercatat kuatnya rasa sosial masyarakat aceh terlihat dari kesatuan masyarakat dalam melaksanakan kegiatan bersama-sama mengenyampingkan kepentingan individu diatas kepentingan umum.  

Ketiga masalah agama, kita ketahui semua bahwa hampir seratus persen masyarakat aceh beragama islam dan itu sudah diakui oleh dunia, namun apa yang terjadi pada saat ini, mesjid banyak yang kosong akibat tidak adanya shalat berjamaah disetiap waktu shalat kecuali diawal bulan ramadhan yang terlihat ramai memakmurkan mesjid, banyak TPA yang tidak berfungsi sehingga dikhawatirkan kedepan generasi Aceh buta akan Al-Qur’an (tidak mampu memahami isi Al-Qur’an bahkan banyak yang tidak bisa membacanya) dan saat ini sudah ada tanda-tanda kearah itu, sangat sedikit masyarakat yang mau datang kemesjid untuk mendengarkan ceramah agama (bahkan hampir nol persen untuk kehadiran generasi muda) lebih memilih nongkrong diwarung kopi sambil bermain facebook maupun game poker, bahkan yang lebih parah lagi sudah ada masyarakat aceh yang pindah agama dari agama Islam ke agama lain, na’uzubillahi min zaliq.  

Selanjutnya masalah krisis moral masyarakat aceh seperti pergaulan bebas remaja aceh yang sangat sulit dikontrol saat ini, masalah ini sudah merambah ke daerah-daerah pedalaman aceh tidak lagi terpusat dikota yang memang dari dulu sudah parah, banyak pemuda-pemudi yang ditangkap warga, pasangan selingkuh dan narkoba meraja lela mulai dari kota sampai ke pelosok gampong di aceh saat ini. 

Dari akumulasi semua permasalahan-permasalahan yang disebut diatas, telah menjadikan aceh terpuruk dalam kondisi yang sangat memprihatinkan. padahal aceh sudah boleh dibilang sudah mandiri (belum berdaulat) apalagi dengan adanya UUPA yang menjadi landasan dalam pembangunan aceh, Otonomi khusus, UU tentang syariat islam yang dikhususkan untuk aceh. Adanya Qanun syariat Islam yang menjadi pedoman dalam penerapan syariat islam di Aceh, dan berbagai Qanun dan peraturan lainnya dibuat untuk memajukan aceh, tapi kita belum mampu mewujudkan kehidupan rakyat aceh yang damai dan tentram serta berperilaku yang baik. 

Dimanakah letak kesalahan itu semua…???? Saya tidak mau menyalahkan salah satu pihak, ini merupakan tanggung jawab kita semua selaku orang aceh. Maka dari itu saya mangajak berbagai pihak diantaranya pihak Lembaga Pendidikan (perguruan tinggi) untuk terus membina generasi yang lebih baik dan mengirimkan mahasiswa-mahasiswanya ke tengah-tengah masyarakat untuk membantu menyelesaikan permasalahan yang terjadi dalam masyarakat.  

Para Ulama untuk terus membimbing dan membina akhlak masyarakat terutama para generasi muda aceh, kaum cendikiawan dan pemerhati pendidikan & social terus memberikan kontribusi pemikiran-pemikiran yang baik demi kemajuan pembangunan aceh, kalangan LSM agar dapat mengambil peran sesuai dengan keahlian dan bidangnya terhadap proses pendampingan masyarakat dengan berbagai programnya. Partai politik beserta politikus agar mampu menyerap dan memperjuangkan aspirasi rakyat aceh bukan hanya memperjuangkan kepentingan kelompoknya saja. Dan yang paling bertanggung jawab disini adalah pemerintah yang notabenenya adalah orang yang dipercayakan oleh masyarakat untuk melayani rakyatnya, harus mampu menciptakan program pro rakyat bukan pro pribadi dan golongan, harus mampu menjalankan roda pemerintahan dengan baik bersedia untuk dikritik dan lebih mementingkan kepentingan rakyat ketimbang kepentingan sendiri dan segolongan saja, serta para anggota dewan yang telah diberikan mandat oleh rakyat agar mampu memperjuangkan aspirasi dan mendengar serta membantu penyelesaian permasalahan rakyat yang kian hari kian beragam masalahnya.  

Mahasiswa selaku agent of change punya peran control yang lebih besar terhadap kebijakan pemerintah yang dinilai tidak pro rakyat maka harus berani untuk menegurnya demi terwujudnya pembangunan rakyat yang adil dan makmur. Jangan saling tuding dan saling bermusuhan sesama bangsa aceh. 

Jika kesemua peran itu dijalankan oleh seluruh lapisan masyarakat di aceh, maka perubahan itu akan segera terwujud dan aceh akan makmur sepanjang masa.

(Penulis adalah mahasiswa Prodi Ilmu Administrasi Negara)

By FISIP UTU with No comments

0 komentar:

Posting Komentar