27 Okt 2010

Menanti Rektor Yayasan

Sudarman Alwy*

Sebagai perguruan tinggi yang masih belia, Universitas Teuku Umar (UTU) telah menampakkan suatu gejala positif menuju transformasi, sebagaimana ditulis oleh Said Ahmad Kabiru Rafiie (SAKR) dalam opininya: Transformasi UTU (Harian Serambi Indonesia 5/8/10), sebagai perubahan menuju ke arah lebih baik.

Di usianya yang baru 4-5 (dibaca: empat menuju lima) tahun, telah memperlihatkan suatu praktik demokrasi yang sangat baik. Prosesi Pemilihan Rektor pertama berjalan dengan lancar dan alot, tanpa rekayasa dan penuh kekeluargaan, walau sarat persaingan dan intrik. Prosesi pemilihan tersebut telah berlalu kurang lebih dua bulan. Saat ini seluruh jamaah UTU tinggal menunggu ketetapan Yayasan sebagai penentu utama terhadap siapa yang layak memegang amanah tersebut. Tentunya dengan berbagai pertimbangan terhadap nama-nama yang direkomendasikan oleh Panitia Pemilihan Rektor yang sudah dibentuk sebelumnya.
Sekilas Demokrasi
Demokrasi secara etimologis menurut Dahl (1989), berarti pemerintahan (demos) dan rakyat (kratos) dimana ranah demos mencakup segala aspek kehidupan baik politik, gender, agama, ras, hak sosial dan sebagainya, dengan menganut prinsip utama dari kata demos yang berarti persamaan dengan ketentuan bahwa setiap anggota masyarakat mempunyai hak yang sama (hak dipilih-memilih dan mendapat privilege) dalam berpartisipasi dimana pada masa awal pencetusan demokrasi itu sendiriri lebih diarahkan kepada kebutuhan kenegaraan semata yang lambat laun mulai diterapkan ke berbagai lini keorganisasian.


Taranggano (2002) menyebutkan bahwa rakyat (kratos) merupakan semua keputusan dibuat secara bersama (collectively). Rakyat secara langsung atau tidak (perwakilan) ikut menentukan terhadap kebijakan-kebijakan pemerintahan, atau yang dikenal dengan “pemerintahan rakyat” (people’s rule).


Menurut Beetham (1994) yang disebut pemerintahan demokrasi is based on popular control and political equality”, yaitu termasuk pemerintahan perwakilan dan demokrasi partisipatoris dimana dalam pemerintahan demokrasi, rakyat sebagai pembuat dan pengontrol kebijakan. Di alam demokrasi kedaulatan dan keputusan apapun sepenuhnya berada di tangan rakyat bukan di tangan pemimpin.


Mukhyar Yara (2006) menyebutkan bahwa setidaknya ada 4 (empat) prinsip dari model demokrasi perwakilan dalam tatanan kenegaraan yang meliputi:


Pertama~ Prinsip Kedaulatan Rakyat, dimana Konstitusi negara yang bersangkut harus menetapkan bahwa kekuasaan tertinggi (kedaulatan)  berada ditangan rakyat ; Kedua~ Prinsip Perwakilan, dimana konstitusi negara yang bersangkut harus menetapkan bahwa kedaulatan yang dimiliki oleh rakyat itu dilaksanakan oleh sebuah atau beberapa lembaga perwakilan rakyat; Ketiga~ Prinsip Pemilihan Umum, dimana untuk menetapkan siapakah diantara warganegara yang akan duduk di lembaga-lembaga perwakilan rakyat yang menjalankan kedaulatan rakyat itu, harus diselenggarakan melalui pemilihan umum. Keempat~ Prinsip Suara Mayoritas, dimana mekanisme pengambilan keputusan dilaksanakan berdasarkan keberpihakan kepada suara mayoritas.


Setidaknya, keempat prinsip tersebut merupakan gambaran dasar dari pola dan metode penerapan demokrasi untuk berbagai tatanan, terlepas dari berbagai pendapat yang melakukan manufer-manufer kritikan terhadap keandalan dari keberadaan poin per poin tersebut. Sebagaimana halnya poin keempat, mengenai prinsip suara mayoritas yang banyak menuai kritikan, dengan alasan keberagaman intelegensi dan faktor kepentingan akan mempengaruhi hasil atau prinsip tersebut, bukan berlandaskan kepada baik atau benar.


Prinsip keempat tersebut juga seringkali disebandingkan dengan ayat-ayat Al Qur-an yang dianggap bertentangan antara lain: QS. 6: 116, QS. 26: 103, QS. 7: 102 dan khususnya QS. 7: 131, yang bermakna langsung dengan ketidak-akuratan keputusan suara mayoritas yang digambarkan Allah SWT yang artinya:


Kemudian apabila datang kepada mereka kemakmuran, mereka berkata: "Ini adalah karena (usaha) kami". Dan jika mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan orang-orang yang besertanya. Ketahuilah, sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan dari Allah, akan tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. (QS. 7: 131)

Pesta Demokrasi UTU
Layaknya politisi andal di dunia perpolitikan. Begitu perseteruan digaungkan, semua masyarakat UTU berkasak-kusuk mengenai pesta demokrasi yang dilangsungkan pada 5 Agustus 2010 lalu. Bisik-bisik langsung terjadi mulai dari para pejabat hingga ke level bawah, bahkan hingga kepada tataran yang tidak memiliki talenta apa pun terhadap keberlangsungan pesta demokrasi tersebut, baik secara proses maupun hasil.


Spontanitas perubahan pun terjadi, dari dunia akademisi menjadi dunia politik praktis dadakan. Tokoh demi tokoh bermunculan, peran demi peran mulai dimainkan, tanpa terkecuali sang predictor dengan lebel pengamat politik, dari berbagai latar belakang kepentingan, baik secara kelompok maupun individual. Strategi demi strategi pun mulai digariskan dengan menggunakan bebagai rumus, baik matematik, statistik hingga fisika.


Demi kesuksesan pelaksanaan pesta demokrasi tersebut, bagaikan perubahan iklim akibat pemanasan global yang sedang terjadi sekarang ini, pelan namun pasti. Sosok demi sosok mulai menggalang kekuatan untuk mencalonkan diri sebagai tokoh utama UTU periode empat tahunan mendatang (2010-2014). Satu persatu kandidat memproklamirkan diri sebagai bakal calon (balon) pimpinan UTU, baik yang serius maupun yang ‘cilet-cilet’ dengan berbagai nuansa di sekelilingnya.


Sejak jadwal pengambilan formulir ditetapkan oleh panitia pelaksana pesta demokrasi 20-23/07/2010 sebagaimana diatur dalam Surat Keputusan (SK) Yayasan Pendidikan Teuku Umar Johan Pahlawan (YAPENTU-JOPA) No: 16/YPTU/2010 menganai petunjuk dan tatacara pelaksanaan pemilihan rektor UTU, satu per satu para kandidat mengambil formulir isian dengan tertib sambil mengatur langkah ke depan.


Seiring dengan jadwal pengambilan formulir isian tersebut, tokoh-tokoh yang tertarik unutk mencalonkan diri pun mulai menjalankan misi-misi yang sudah disepakati, mulai dari penyebaran isu, penjegalan, penyergapan, sampai pengintimidasian pun dilakukan, baik secara langsung maupun melalui team work yang sudah dibentuk oleh masing-masing kandidat. 


Peran demi peran pun mulai dilakoni oleh para suksesi masing-masing kandidat, ada yang beperan sebagai negosiator, mediator, provokator, predictor hingga mata-mata (cu’ak) yang bertugas menggali informasi dari kubu lawan untuk disampaikan kepada kubu sendiri. Pada tatanan ini, yang terjadi adalah strategi meraih kemenangan dengan upaya menghitung berapa jumlah lawan dan kawan. Mengabaikan pertemanan sebelumnya dengan menumbuhkan prasangka dan curiga sebagai modal awal dalam dunia politik real yang menganut paham tidak ada kawan dan tidak ada lawan, semua kawan dan semua lawan.


Peran demi peran tersebut terus saja dilakoni hingga hari sebelum prosesi pemilihan dilaksanakan, dengan target kemenangan. Saat prosesi pemilihan dimulai, aktivitas para kompetitor pun sontak berakhir dan diawali dengan pernyataan sikap bersama, bahwa semua kandidat yang telah mencalonkan diri sebagai Rektor UTU periode 2010-2014 “siap kalah dan siap menang” sebagai wujud pengimplimentasian demokrasi yang beradab (fair). Toh pada akhirnya keputusan untuk menentukan siapa yang akan disahkan menjadi Pimpinan UTU periode 2010-2014 akan ditentukan oleh Yayasan dengan mengikuti berbagai pertimbangan demi kemaslahatan sesuai yang diamanatkan dalam Statuta UTU dan SK Yayasan layaknya Perguruan Tinggi Swasta (PTS).
Transformasi Demokrasi
Berlangsungnya demokrasi yang aman dan tertib telah menggambarkan bahwa usia muda UTU tidak menghalangi terwujudnya demokrasi yang harmonis dengan sikap saling menghargai antara the winner dan looser, walau sempat mencuatnya isu dan kata-kata kekecewaan dari kedua kubu sambil mengevaluasi kembali dimana posisi kelemahan masing-masing kubu, karena tidak sesuai dengan prediksi dari sang predictor.


Terlepas dari berbagai intrik, strategi, nuansa pengkhianatan, kemunafikan dan lain sebagainya yang dalam dunia politik merupakan suatu kelumrahan yang dapat dan bisa terjadi dimana saja, UTU telah beranjak satu langkah ke arah transformasi demokrasi demi mencapai cita-cita dan harapan bersama, sebagaimana yang ditulis oleh SAKR. Prosesi Demokrasi ini telah mendorong UTU untuk maju satu langkah lagi menuju penegerian sebagaimana harapan masyarakat Pantai Barat.


Persaingan intrik dan strategi dari dua kandidat unggulan dari tiga kandidat yang mencalonkan diri dengan skor 0-9-8, telah memberikan warna tersendiri bagi kelangsungan demokrasi di UTU. Kini proses penantian dan pelobian di tingkat yayasan pun dimainkan, karena faktor ketidak-sabaran dalam menunggu hasil keputusan dari yayasan dengan pertimbangan objektifitas dan harapan. Meski demikian, keputusan siapa yang akan memimpin UTU empat tahun mendatang tetap sepenuhnya berada pada pertimbangan yayasan.


Prosesi demokrasi yang dipenuhi berbagai intrik dan strategi ini hendaknya disikapi secara arif oleh berbagai pihak, baik kubu menang maupun kubu yang kalah. Terjadinya persaingan alot dua kubu Alfian vs Edo, membuktikan bahwa demokrasi UTU sudah berjalan dengan sempurna dalam proses perwujudan transformasi. Kekalahan dalam strategi atau kemenangan hendaknya dapat dijadikan suatu keterpaduan yang lebih baik di masa mendatang. 


Melesetnya prediksi yang sudah dilakukan oleh prediktor tidak dengan serta merta mengklaim bahwa, prediktor yang ditugaskan adalah amatiran atau dengan menggemboskan suatu isu pengkhianatan yang akan memicu perpecahan dan justru akan mengkerdilkan lebel akademisi yang disandang oleh semua komponen, yang akan membawa UTU ke dalam lubang keterpurukan.


Pastinya, prosesi pemilihan dan demokrasi yang telah dilaksanakan di UTU, nantinya akan mengalir kepada para mahasiswanya sebagai generasi mendatang dan akan diimplimentasikan dalam praktik kehidupan mereka. 


Seyogyanya, para akademisi yang berjibaku dalam dunia politik praktis dadakan tersebut, segera kembali kepada tugas utama sebagai pendidik dan tidak perlu hanyut terlalu jauh dalam ranah perpolitikan tersebut, berhenti berprasangka dan saling curiga. Mari menanti pertimbangan terbaik yayasan sembari berdoa untuk kebaikan UTU. Rapatkan shaf kembali untuk membangun UTU ke arah lebih baik. Waktu itu akan tiba!. Wallahu’alam bissawab.

*Penulis adalah Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP)
Universitas Teuku Umar (UTU).

By FISIP UTU with No comments

0 komentar:

Posting Komentar